Skip to content Skip to footer

Waris

Daftar Isi.

  • Pendahuluan.
  • Warisan pada Masa Jahiliyah.
  • Hak Waris Melalui Hubungan Kekerabatan.
  • Bagian Warisan untuk Anak, Ibu, dan Bapak.
  • Bagian Warisan untuk Suami, Isteri, dan Saudara Seibu (Kalalah)
  • Bagian Warisan untuk Saudara Kandung dalam Kasus Kalalah.
  • Penutup.

Pendahuluan.
Warisan dalam Islam adalah pembagian harta peninggalan seorang muslim yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya sesuai dengan ketentuan syariat. Aturan waris dalam Islam bertujuan untuk menjaga keadilan dan melindungi hak-hak setiap anggota keluarga. Sebelum Islam datang, masyarakat jahiliyah memiliki kebiasaan yang tidak adil dalam pembagian warisan, di mana wanita dan anak-anak tidak mendapatkan bagian warisan. Islam kemudian datang dengan peraturan yang adil dan proporsional, sebagaimana diatur dalam Al-Qur’an, khususnya dalam Surat An-Nisaa.

Warisan pada Masa Jahiliyah.
Pada masa jahiliyah, warisan hanya diberikan kepada laki-laki dewasa yang memiliki kekuatan fisik dan kemampuan untuk berperang. Wanita dan anak-anak tidak memiliki hak waris. Selain itu, ada praktik “mewarisi istri”, di mana seorang pria yang meninggal akan diwarisi oleh kerabat terdekatnya, dan istri mendiang tersebut tidak memiliki kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri.

Hak Waris Melalui Hubungan Kekerabatan.
Islam mengatur bahwa warisan hanya dapat diperoleh melalui hubungan kekerabatan, pernikahan, dan loyalitas tertentu. Hal ini ditegaskan dalam Surat An-Nisaa Ayat 7:

“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” (Surat An-Nisaa Ayat 7)

Dalam ayat ini, Allah memberikan hak waris kepada laki-laki dan perempuan tanpa perbedaan, sesuatu yang bertentangan dengan praktik jahiliyah sebelumnya.

Bagian Warisan untuk Anak, Ibu, dan Bapak.
Pembagian warisan untuk anak, ibu, dan bapak diatur dalam Surat An-Nisaa Ayat 11:

“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka 2/3 dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh 1/2 harta. Dan untuk kedua ibu-bapak, bagi masing-masing 1/6 dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat 1/3; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat 1/6. (Pembagian tersebut) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.” (Surat An-Nisaa Ayat 11)

Bagian warisan ini dibagi sebagai berikut:

  1. Anak Laki-Laki: Menerima dua kali lipat dari bagian anak perempuan.
  2. Anak Perempuan: Jika hanya satu anak perempuan, maka ia menerima 1/2 dari harta warisan. Jika dua anak perempuan atau lebih, mereka mendapat 2/3 dari total harta.
  3. Ibu dan Bapak: Masing-masing menerima 1/6 dari harta peninggalan jika pewaris memiliki anak. Jika pewaris tidak memiliki anak, ibu memperoleh 1/3 dari total harta.

Bagian Warisan untuk Suami, Isteri, dan Saudara Seibu (Kalalah)
Aturan tentang bagian suami, istri, dan saudara seibu diatur dalam Surat An-Nisaa Ayat 12:

“Dan bagimu (suami-suami) 1/2 dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat 1/4 dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.” (Surat An-Nisaa Ayat 12)

Bagian warisan ini dibagi sebagai berikut:

  1. Suami: Mendapatkan 1/2 dari harta istri jika tidak ada anak. Jika ada anak, suami mendapat 1/4 dari harta istri.
  2. Istri: Mendapatkan 1/4 dari harta suami jika tidak ada anak. Jika ada anak, istri menerima 1/8 dari harta suami.
  3. Saudara Seibu: Masing-masing saudara seibu mendapatkan 1/6 dari harta. Jika ada dua saudara seibu atau lebih, mereka berbagi 1/3 dari harta secara bersama.

Bagian Warisan untuk Saudara Kandung dalam Kasus Kalalah
Kalalah adalah seseorang yang meninggal tanpa meninggalkan ayah atau anak. Aturan warisan dalam kasus kalalah dijelaskan dalam Surat An-Nisaa Ayat 176:

“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: ‘Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak memiliki anak dan memiliki saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu 1/2 dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya 2/3 dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.” (Surat An-Nisaa Ayat 176)

Pembagian warisan dalam kasus kalalah:

  1. Saudara Perempuan: Jika seorang pewaris meninggal dan hanya meninggalkan saudara perempuan, maka ia memperoleh 1/2 dari total harta.
  2. Saudara Laki-Laki dan Perempuan: Jika ada beberapa saudara, maka bagian saudara laki-laki dua kali bagian saudara perempuan.

Penutup.
Hukum waris dalam Islam bertujuan untuk menjaga keadilan dalam pembagian harta peninggalan. Dengan aturan yang jelas dan proporsional, hak-hak keluarga terjamin. Islam memberikan pembagian yang adil antara laki-laki dan perempuan, membedakan dengan sistem waris pada masa jahiliyah. Memahami hukum waris ini penting agar umat Islam dapat melaksanakan ajaran agama secara benar dan adil.

Login

atau masuk dengan